Gara-gara Netflix?
Sebenarnya sudah lama saya ingin berbagi tentang hal ini.
Jadi begini…
Awal tahun ini (Akhir Februari), sebelum virus corona menyerang Indonesia, saya menonton sebuah film dokumenter yang ditayangkan di Netflix.
Judulnya: The Game Changers (2018)
Dalam film ini diceritakan bahwa sebenarnya manusia itu secara fisiologi tidak diciptakan sebagai pemakan daging, salah satu alasannya karena dari bentuk mulut dan gigi sama sekali jauh berbeda dengan makhluk karnivora lainnya seperti singa yang memiliki gigi taring yang tajam, yang berfungsi untuk mengoyak-oyak daging yang mempermudah proses pencernaannya (CMIIW). Jadi, kata film ini, sebaiknya manusia tidak usah memakan daging, bentuk secara fisik kita itu diciptakan untuk menjadi pemakan tumbuhan saja.
Selain itu, dalam film The Game Changers ini juga diceritakan bahwa, berdasarkan hasil penelitian, konon kabarnya para Gladiator dulunya lebih sering mengkonsumsi kacang-kacangan sebagai salah satu makanannya. Intinya, di film ini mengatakan bahwa:
“hey, kalau kamu mau kuat seperti gladiator, kamu ga musti makan daging-dagingan. Makan kacang-kacangan juga bisa membantu melengkapi nutrisimu untuk lebih perkasa.”
Lebih lanjut, untuk mendukung ide vegan/vegetarianisme ini, The Game Changers menampilkan beberapa contoh-contoh lainnya seperti:
- Atlet angkat berat yang merupakan seorang vegan yang mampu mengangkat beban seberat ratusan kg, dan fine-fine aja meskipun makan plant-based saja.
- Mantan Atlet MMA yang menjadi instruktur di militer US yang menceritakan transformasi yang dirasakannya setelah mengubah diet nya menjadi plant-based. Dia mengatakan bahwa cideranya jadi lebih cepat sembuh setelah menerapkan plant-based diet itu.
- Beberapa atlet-atlet mahasiswa dari Miami Dolphin yang diteliti sebelum dan setelah dietnya diubah menjadi plant-based. Berdasarkan film The Game Changers ini, makanan plant-based ini meningkatkan “kejantanan” mereka (sebut saja, lama ereksi, tingkat ereksi, dll). More on that? Please just watch the movie, and you’ll find more about the details 😀
- Atlet balap sepeda wanita, yang sudah berumur diatas 30an yang masih tetap eksis secara kompetitif karena dia menjaga dietnya sebatas plant-based foods.
- Bahkan Conor McGregor (atlet UFC yang paling terkenal di seluruh dunia) pun disebut dalam film ini. Dalam film ini diceritakan bahwa kebiasaan makan steak Conor mempengaruhi tingkat ketahanan ototnya yang cepat lelah karena beberapa hari terakhir sebelum pertatungan melawan Nate Diaz, Conor makan banyak steak dan ditengarai menurunkan performanya, sehingga akhirnya kalah KO.
- Bahwa dengan mengubah menu makanan menjadi plant-based, kita dapat mengurangi penyebab global warming. More on that? Please watch the movie 🙂
Secara umum, intinya film ini memberikan sudut pandang baru kepada saya.
Bahwa, makanan plant-based itu sangat baik dan tentunya ini bisa mengubah hidup saya.
Sejak saya menonton film itu, saya jadi makin sering mengoceh kepada adik saya bahwa plant-based food itu sangat baik, dan sebaiknya memang harus diterapkan.
Maka dari itu, sejak saat itu saya (berusaha) berjanji kepada diri saya bahwa saya akan mengubah diet saya menjadi plant-based.
Tapi bukan vegan
Yah, setelah browsing dan ngobrol sana-sini, ternyata dengan menu makanan yang saya maksud (yang ingin saya konsumsi), pola makan tersebut bukanlah vegan, melainkan “hanya” vegetarian saja. Karena saya tetap memakan telur.
Ya iya lah, bagi saya yang masih ekonomi pas-pasan seperti ini, pemenuhan kebutuhan makanan yang all plant-based masih agak sulit. Dan lauk yang masih enak dan ga binatang banget adalah telur.
Sedikit lebih detail (tapi jangan terlalu dianggap serius), berikut adalah perbedaan vegetarian dan vegan, berdasarkan vegetarian society:
- Vegetarian: seseorang yang tidak makan daging (sapi, kerbau, kambing, unta, jerapah), unggas (ayam, bebek, burung bangau hasil buruan nenekmu), ikan, kerang-kerangan.
Beberapa contoh makanan vegetarian: sayur, buah, biji-bijian dan kacang-kacangan, tempe, tahu, telur, madu, dairy products (susu, keju). - Vegan: bentuk yang lebih ekstrim dari vegetarian, yaitu orang yang sama sekali tidak memakan binatang, maupun produk hasil dari binatang, seperti telur, susu, dan keju.
Beberapa contoh makanan vegan: sayur, buah, biji-bijian dan kacang-kacangan, tempe, tahu, edamame, dan miso (dua yang terakhir ini saya tidak tahu sama sekali).
Jadi… Sebagai rookie dan pendatang baru di dunia per-vegetarian-an ini, saya mengubah makanan saya menjadi:
- Koko Crunch + Susu Ultra
- Nasi
- Tempe
- Tahu
- Telur
- Gado-gado (kalo lagi ada duit, dan posisi lagi di kantor)
- And repeat
Begitu terus sampai kiamat (idealnya demikian).
I was like:
Namun, apa daya, setelah sok-sokan tidak mau makan nasi box di kantor, lebih memilih mengeluarkan uang hampir tiap hari untuk makan gado-gado Blackwater Bridge (jualannya diatas jembatan belakang kantor yang airnya keruh dan selalu hitam), dan tidak makan sate saat ada acara makan diluar bersama teman-teman kantor… Saya ke rumah dan disuguhi…. Iga Bakar.
“My Goodness, how delicious it is.”
Rizqi Fahma
Karena tidak ada menu lain, dan karena menu itu memang enak…
Finally, usaha menjadi seorang vegetarian yang sudah berlangsung selama kurang lebih selama 2 tahun minggu, secara resmi dinyatakan BUBAR!
Saya kembali menjadi OMNIVORA
Tapi… Tapi… Tapi….
Ada tapi-tapian…
Saya sempat merasakan beberapa hal selama menjadi vegetarian (rookie level), diantaranya:
- Lebih jarang nyut-nyut (sorry for the lack of vocab).
- Rasanya badan lebih “ringan”. Seriously, that’s how I felt. Feel free to laugh.
- Tapi agak gampang lemas. Mungkin karena belum terbiasa.
Hubungan vegetarian dan diet
Terus terang, salah satu motivasi saya untuk memberanikan diri “mencoba” menjadi vegetarian adalah, karena saya ingin menurunkan berat badan saya. Kata orang Indonesia: diet.
Waktu itu (akhir Februari – Awal Maret 2020) Berat badan saya masih 9 kg diatas berat badan normal.
Betul, saya sempat mengukur berat badan saya selama percobaan itu, dan setelah berakhir sedemikiannnya, belum bisa dilihat pengaruhnya. Berat badan saya relatif masih sama.
Mungkin saja karena rentang waktunya masih singkat sekali, dan saya tidak banyak melakukan aktivitas olahraga.
To sum up
Menurut saya, vegetarianisme ini memang layak dicoba, dan jika memungkinkan memang sebaiknya dijadikan kebiasaan. Ada banyak manfaat yang bisa dirasakan dalam jangka panjang jika kita menjadi vegetarian (berdasarkan beberapa artikel), seperti:
- menurunkan kolesterol
- mengurangi resiko diabetes
- kulit yang lebih sehat
- memperlancar metabolisme
- mengurangi resiko katarak pada mata
- meningkatkan stamina dan vitalitas (berdasarkan film The Game Changers)
- mendukung gerakan ramah lingkungan
Walaupun saya mempraktekkannya hanya dalam waktu singkat, setidaknya pola makan/ hidup vegetarian ini memberikan saya pelajaran:
- Disiplin soal makanan (jenis makanan dan pola makannya)
- Lebih memperhatikan kesehatan.
- Jadi vegetarian itu butuh perjuangan
By the way, terima kasih Netflix sudah menayangkan film The Game Changers. Setidaknya film ini memberikan tambahan wawasan saya soal diet. Film ini memberikan kesan dan mengingatkan saya pada film Food Inc yang juga memberikan sudut pandang baru mengenai makanan (film ini menunjukkan seberapa buruknya fast food itu).
Well, that’s it. Thanks for reading this far. Much appreciated!
Ciao!