Refleksi dari seorang alumni S2 luar negeri seperti saya.
Katanya biasa-biasa saja
Hi fellas, long time no see.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat mendengarkan sedikit perbincangan tentang lulusan luar negeri di tempat kerjanya. Mereka membahas tentang perbedaan antara lulusan S2 luar negeri di tempat kerja mereka dengan diri mereka masing-masing.
X: Di tempat kerja gue ada beberapa alumni luar negeri, kerjanya gitu-gitu aja.
Y: Iya, di tempat kerja gue juga gitu. Biasa-biasa aja kok mereka itu.
Kurang lebih seperti itu lah penggalan perbincangan mereka.
Sebagai alumni S2 luar negeri
Menurut saya itu hal yang wajar, ketika mendengar pendapat orang-orang yang merasa kalau lulusan S2 luar negeri itu biasa-biasa saja.
Kenapa?
Pertama, S2 lulusan luar negeri tidak diajarkan untuk “melakukan segalanya”. Kenapa saya bilang demikian, karena ketika belajar diluar negeri (Belanda) yang diajarkan terbatas hanya yang ada dalam scope kurikulum kita.
Padahal ketika kembali ke Indonesia, masalah yang dihadapi begitu banyak, bahkan bisa jadi pekerjaan yang didapat sama sekali tidak linear dengan apa yang telah dipelajari.
Kedua, gengsi. Bisa saja alumni-alumni S2 dari luar negeri gengsi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya clerical, atau menurut mereka kurang menarik dan tidak menantang.
Sehingga kesannya para alumni-alumni S2 dari luar negeri ini “malas”.
Ketiga, mereka tidak/ belum memperlihatkan kemampuan mereka yang sesungguhnya.
Sounds so cheesy. Tapi kemungkinan saja benar. Alasan nomor 3 ini sebenarnya berhubungan dengan alasan kedua diatas.
Para alumni S2 dari luar negeri ini bisa saja belum mengeluarkan/ memperlihatkan kemampuan mereka yang sebenarnya karena beberapa hal, seperti:
– Underpaid. Mereka tidak digaji sesuai dengan nilai pasar tenaga kerja yang layak. Mungkin mereka memiliki standar gaji yang lebih tinggi atau memang perusahaan tempat mereka bekerja memang tidak membayar mereka dengan layak.
Some companies do not pay their employees well, obviously.
– Unappreciated. Apa yang telah mereka lakukan/ kerjakan dengan sangat baik tidak begitu dihargai oleh atasan/ perusahaan mereka dengan paycheck/ promotion yang mereka harapkan.
Sehingga mereka (para lulusan S2 luar negeri) ini jadi enggan total dalam bekerja.
– Unfocused. Mereka, para keluaran universitas luar negeri ini tidak fokus dengan pekerjaan mereka. Entah karena kurang suka dengan pekerjaan mereka, atau mungkin mereka sedang mencari kesempatan yang lebih baik di perusahaan lain.
But who knows. Everyone can lose their focus sometimes.
Para lulusan dalam negeri
Don’t get me wrong, saya juga adalah lulusan Universitas dalam negeri. Saya juga S1 di Indonesia, malah bukan dari universitas top di Jawa.
Mungkin kalau saya tidak pernah kuliah diluar negeri, dan bekerja dengan para alumni S2 luar negeri, yang sebenarnya hanya pernah belajar di negeri orang selama setahun-dua tahun saja, saya juga akan memiliki pikiran yang sama.
lulusan S2 luar negeri biasa-biasa saja
Namun, yang kurang dipahami banyak orang adalah banyak kondisi yang membuat para alumni S2 luar negeri itu terkesan biasa-biasa saja.
Most likely karena…
They don’t give a damn about sh*t
So, they don’t give a damn about how to impress their peers or even their boss. Because they just do their sh*t, and don’t really care about what others thinking about them.
In conclusion
Para alumni S2 luar negeri itu juga manusia biasa kok. Jadi kalau mereka kelihatan “biasa-biasa” saja di kantor, mungkin mereka memang tidak mau kelihatan extraordinary. Apakah mereka memang bagus? Menurut saya, tentu saja. Mereka tidak mungkin bisa kuliah diluar negeri kalau mereka tidak punya kualitas.
And one thing for sure. They got balls, because they have been through a lot of sh*t abroad that none of their peers could possibly done.
Lastly, some people just have some degree of jealousy. Which can hinder them to see the reality.
Yup, terkadang orang-orang terlalu berekspektasi bahwa lulusan luar negeri itu harus bisa segalanya, lucu memang, tapi ya memang begitu pemikiran orang-orang kita.
Iya mas, betul sekali. Kalau diibaratkan, beli mobil Ferrari tapi mau dipake buat bawa 30 orang, atau sebaliknya, beli bus tapi mau speednya sampai 320 km/h. It doesn’t make any sense. 😀
Terima kasih telah berkunjung.
halo bro Rizqi, btw udh mlai berkarier di tanah air kah? Bisa dibuatkan tulisan gambaran besar tentang prospek/peluang kerja s2 lulusan luar negeri serta *penghasilannya?
Thx bro.
Halo mas rizky, mau tanya nih, ada gak perbedaan sidang antara universitas luar dengan universitas dalam? Untuk yang s2nya
Hi Gilang, sebenarnya hampir sama sih, tergantung dari masing-masing program studi yang dipilih.
Pengalaman saya, pada saat pemaparan tesis, ada yang namanya kolokium (1 & 2), kolokium yg pertama sifatnya masih bahas kulit-kulitnya bahan tesis (judul, latar belakang, dsb.), kalau yg kedua biasanya sudah masuk dalam substansi dari tesis.