Don’t be shy, boys!
lanjutan dari Jakarta part 1
Malam itu adalah malam pertama yang saya habiskan di ibu kota. Jakarta di malam hari itu seperti apa? Seperti yang terlihat di tv, kurang lebih. Malamnya, setelah istirahat sejenak di hotel, saya dan Ewink keluar untuk cari makan, sekalian jalan-jalan. Mumpung cuaca lagi tidak mendung. Berhubung karena tempat kami menginap tidak jauh dari toko Bhinneka, maka kami berencana untuk kesana. Tapi sebelumnya, kami makan malam dulu.
Dalam perjalanan, kami melihat satu Mal, kalau tidak salah namanya Golden. Mal ini lumayan juga, lumayan banyak juga pengunjungnya waktu itu. Tujuan kami hanya dua, yaitu ATM dan tempat makan. Dan keduanya ada di mal ini. Berhubung karena perut makin liar minta makan, langsung saja kami mengantri untuk beli makanan di salah satu restoran cepat saji. Tapi, ada sedikit masalah disini.
Kami bingung, paket mana yang harus kami pilih. Dan setelah diskusi sambil antri, maka kami memutuskan untuk memilih paket tiga orang. Lumayan juga, ada lima potong ayam, dan nasi kami pesan empat porsi. Tunggu dulu, ini kan porsi untuk tiga orang, dan kami hanya berdua. Terus yang satunya siapa? Anggap saja kami berdua mewakili tiga orang. Berhubung karena saat itu kami sedang dalam keadaan “Empty Tank” butuh supply energi yang banyak untuk hibernasi hingga 12 jam kedepan.
Dan saat itu lah saya merasa bahwa hanya kami berdua yang tampak aneh. Dari segi penampilan, of course we are! Saya: pakai sandal jepit, celana pendek, dan baju kaos (santai saja). Ewink: sepatu kanvas, celana pendek, plus baju kemeja (tidak terdefinisikan). Dan dari segi pesanan, absolutely, kami tampak sangat mencolok. Butuh dua meja yang berdempetan untuk menampung pesanan kami. Maka dari itu, tidak heran kalau kami menjadi perhatian pengunjung lain. Belum pernah liat dua orang pemuda yang kelaparan ya? Whatchout!
Berhubung karena saya menjaga berat badan, maka 3 porsi ayam seratus persen belong to Ewink. Ewink, you the man! Untung kami berdua bukan cowok pemalu! We are the brave guys from nowhere! Namanya juga orang lapar…
Setelah itu, kami ke toko Bhinneka, lupa jalan apa namanya, tokonya sudah tutup. Hanya ada penjaga keamanan disana, tapi kami sempat bertanya juga soal toko ini.
Penggerebekan!
Setelah kembali capek dari jalan-jalan malam, kami beristirahat di hotel. Disaat jam menunujukkan sekitar pukul setengah empat dinihari, saya mendengar suara ribut disebelah kamar kami, terdengar seperti suara aparat keamanan. Dia menggertak seorang disebelah sana dan menyuruhnya untuk keluar. Saya pikir suaranya cukup keras dan sangat mengganggu. Tapi, Ewink no problemo soal ini, sama sekali dia tidak merespon, dia tetap tidur dalam keadaan tidak berdosa.
Ke Harco Mangga Dua
Sampai juga kami di salah satu tempat tujuan utama kami, yaitu Harco Mangga Dua. disini kami melakukan pembelian beberapa unit komputer PC All in One Asus. Sempat ada sedikit masalah, tapi everything went well overall. Dan tugas berat selanjutnya adalah membawanya pulang ke Makassar.
Ada cerita lucu juga ketika kami menumpang bajaj menuju Mangga Dua. Ini merupakan kali pertama kami naik bajaj. Bisa dibilang naik bajaj rasanya seperti mendengar suara badai. Pilot bajaj yang kami tumpangi juga cukup lincah untuk ikut berpacu dengan kendaraan lain, dan suara bajaj ini tentu saja meraung-raung seperti kambing yang dicekik. Meski cukup menakutkan untuk pemula, tapi pengalaman ini asyik juga.
Kembali ke Makassar
Sore harinya kami kembali ke Bandara di Cengkareng, dengan empat buah PC All in One yang berukuran 15,5 inch. Sampai di bandara dalam keadaan nyaris ketinggalan pesawat, kami sampai berlari menuju pesawat. Mungkin karena terburu-buru, barang kami bisa segera masuk bagasi tanpa banyak neko-neko dari petugas.
Malam harinya, sekitar jam sembilan WITA kami tiba di Sultan Hasanuddin International Airport, Maros. Welcome back to Makassar! Opick, abang si Ewink menjemput kami. Waktu itu kami kembali dalam keadaan lapar! Tidak peduli warung apa, kami harus kembali makan enak! Maklum, seharian kami bergerak terus, sejak keluar dari hotel. Dan tentu saja melelahkan.
Jakarta, jangan lama!
See ya!
Selamat sudah berhasil “menaklukkan” Jakarta, hahaha. Saya saja orang Jakarta malah mengungsi ke Jogja. Suatu saat nanti saya akan “menaklukkan” Makassar untuk yang kedua kalinya.
Hehehe… Dibilang menaklukkan sih, nggak. 🙂 Jakarta terlalu luas dan terlalu kompleks.
Oh iya, di Mks kemana saja dulu?