Terakhir tapi bukan yang paling terakhir
Mendengar semester 8, pasti ibu-ibu, bapak-bapak, tante-tante dan om-om yang mengerti pendidikan pasti akan menanggapi dengan mengatakan “oh, berarti sudah selesai ya? Sudah mau sarjana dong?.” “He eh, insya Allah om.” Tapi insya Allah bukan berarti akan segera selesai. Dan itu lah saya, mahasiswa yang masih belum juga tertarik untuk “buru-buru” jadi sarjana. Oh boy….
Sudah seharusnya memang mahasiswa bisa selesai di semester 8, dan menyandang gelar sarjana. Tapi sekali lagi, jadi sarjana “secepatnya” adalah pilihan, saudara-saudara sekalian. Dan saya menganggap kalau selesai S1 dalam waktu 8 semester itu terlalu cepat. Saya ulang, terlalu cepat.
Apalagi bagi mahasiswa yang kuliah di Fakultas Teknik, seperti saya ini. Maaf, bukannya saya menyepelekan fakultas lain, tapi kenyataan di lapangan membuktikan kalau mahasiswa-mahasiswa yang paling banyak terlambat selesai itu mahasiswa Fakultas Teknik.
Kenapa?
Yah, you know lah… Mata kuliah di FT (Fakultas Teknik) relatif berat-berat, seperti lab dan studio yang menyita banyak waktu, tenaga, dan fikiran, dan kalau dapat nilai jelek, hanya bisa diperbaiki tahun depan. Selamat mencoba!
Tapi kenyataannya juga, tidak sedikit mahasiswa FT yang bisa selesai (Sarjana) tepat waktu, bahkan lebih cepat dari yang seharusnya (8 semester). Saya tidak tau, sepertinya mereka ini makhluk yang berbakat! Terpujilah mereka.
Saya, mahasiswa yang sempat koma berkepanjangan dipertengahan masa kuliah akhirnya bisa kembali ke jalan yang “mungkin” benar. Saya sudah mulai mengejar ketertinggalan, dan membuat IP (Indeks Prestasi) yang tiarap menjadi jongkok, dan akhirnya bisa membungkuk. Mudah-mudahan si IP ini bisa ikut berdiri. Perjuangan “mendirikan” IP ini memang mengorbankan banyak hal, seperti waktu bolos* saya, bensin motor saya, dan uang pulsa. Tapi apa boleh buat, memang sudah waktu nya seperti itu.
Melihat beberapa teman saya yang akan sarjana bulan ini, saya menjadi semakin tidak termotivasi untuk segera menyusul. Sepertinya kehidupan di kampus menjadi lebih indah, dan rasanya terlalu cepat untuk tidak menikmatinya. Dan jauh melebihi itu, saya masih terus mencari, bagaimana saya akan mempertanggung jawabkan ilmu yang saya dapatkan selama ini, setelah menyandang gelar sarjana nanti.
Ini lah yang membuat saya berpikir, bahwa 8 semester buat saya belum lah cukup untuk “sedikit” mendalami esensi pelajaran di kampus. Tapi 8 semester, alias empat tahun itu sudah cukup untuk menjadi warning (peringatan) bagi saya segera mempertimbangkan untuk ikut-ikutan sarjana.
Ket:
* jangan ditiru!